Page 75 - DewanSastera9
P. 75
dimensi! Berulang-ulang kali, kemudian semakin kuat dan (Serentak itu DUHAI menyampuk, sambil mengoyangkan
kuat. Terus mendengung sesayupnya, kemudian dia seperti kepalanya, seperti dirasuk dan dipasung sesuatu yang luar
dirasuk. Dalam posisi tersebut. Kedengaran lagu Puteri biasa. PENIMPI hanya tergamam dan kelu, dengan apa yang
Santubong sesayupnya dan bergetaran, di samping suara berlaku pada DUHAI.)
hiruk-pikuk yang anarki, tanpa diketahui di mana dan oleh DUHAI (bermantera): Alu diajaknya sidak gombek bertandak,
siapa.)
PENIMPI (bermantera): Buluh jati dibelah-belah, anitkan alu tersuaklah gusar sidak nang udah lamak nantik
kedak tuk, alu meneriaklah sidak nok kiak kaung mintak
satu-satu, susunkan dalam nyali hati, nyali rasa, nyali perkara tuk dituarikkan. (Monolog) Jika benar bubuhela
sukma, bungkam dan bungkam malam kelam, malam itu bersemangat seorang puteri, keluarlah dari anyaman
kelam. Maka, jadikan sepasang puteri cantik berkain buluh tahun yang direndam, pabila bulan mengambang
belah dadanya, belahlah hatinya, belahlah jiwanya, penuh berahi di langit Tuhan. Andai benar berlaku,
belahlah tulus citra cintanya, ambillah bunga berembun muncullah petaka dari usus buluh yang aku ajarkan
tujuh malam berturut-turut dan berselawat ke atas nabi, makna gamitan. Berkat aku makei doa lailahaillallah…
lalu sematkan ke rambut harumnya, bukan kepalang, Tuih! Huah! Datang kalian berambih ke sini! Datanglah
maka menarilah si buluh jati, menarilah mengikut kalian beramin ke sini! Datanglah, datanglah! Dan
irama dan seru mantera ini. Huah! Hei…! (menghembus datanglah duhai merasuk dalam Bubuhela ini!
beberapa ketika, sebelum mula menari.) (Bernyanyi) Hei, Sentubong Sang Peteri, Sejenjang Sang
(Keluar seorang perempuan bernama PUTERI SANTUN Peteri, ayahanda nunggah datang berias, ayahanda
berpakaian kebaya, bertudung keringkam hitam, sambil nunggah datang berjong, ya hei hamba puncak bubu
menari. PUTERI SANTUN, seperti terus berjalan tanpa layang jabu, itit trusan iboh malu iboh supan, muko
menghiraukan sesiapa sahaja, seraya bernyanyi bahasa urang banyak muko urang mayoh. Aok bandan, aok
daerah Melayu Sarawak; Puteri Santubong.) lokan, tetak bemban seribu sari, main iboh dimudahkan,
PUTERI SANTUN (berdendang): Datang sik diundang cik bandan angkat bertandak.
Santubong Sang Puteri, Sejinjang Sang Puteri, anak PENIMPI (sampuk): Memang benarlah apa-apa yang berlaku,
sidak dewa nok turun dari zat kayangan menjaga bukan untuk dileraikan daripada pasungan sorotan
gunong di Serawak. Suatu ari sidak duak kelahi, nok pandangan nyalang mata, tapi hati tetap berkata;
merebutkan Serapi Sang Putera nok gagah ngan pekasa. Datanglah duhai Puteri Bubuhela, masuk ke dalam
Sorang puteri berlagak lagik bagus, alu sorang lagik sik anyaman buluh ini, kelak nanti awak akan berasa
maok mengalah sampe ke mati. Paduhal sidak duak gembira dan ceria dalam senyum kulum yang indah
bersumpah, sikkan berkelahi. Sejinjang Sang Puteri dan redup. Pak Duhai kena tahukan, Bubuhela harus
memaluk pipi Santubong Sang Puteri, kakya Santubong diperbaharui, dari segi mantera dan bentuk visualnya,
Sang Puteri membalas juak menikam batang belidak. bukan dengan cara lama dan tidak jelas hala tujunya
Alu Sejinjang Sang Puteri bertukar njadi pulo kerak, itu. (Bernyanyi) Hei, Santubong Sang Puteri, Sejinjang
dan Santubong Sang Puteri njadi Gunung Santubong Sang Puteri, ayahanda memanggil datang berdandan,
sampe ditoh ari. (Mengoyangkan tubuhnya) Kenapa ya, ayahanda memanggil datang berjong, ya hei hamba
hidup di lantera ini, seperti haus dan dingin. Hauskan puncak bubu layang jabu, itik trusan jangan malu
kecintaan. Dinginkan persetiaan. Jika bau sarat dari jangan segan, muka orang banyak muka, orang banyak.
puncak Gunung Santubong, Sang Puteri menyerap dan Ya, bandan, ya lokan, potong bemban seribu sari, main
merasi dalam diri, kenapa harus dipertikai? Kenapa jangan dimudahkan, cik bandan angkat menari.
perkelahian Santubong Sang Puteri dengan Sejinjang DUHAI (membentak): Kamu jangan nak memandai-mandai,
Sang Puteri tak masuk ke dalam roh Bubuhela. (Bersyair) Penimpi! Takah usia kamu mengenal Puteri Bubuhela
Andai sarat bau gunung dilatari dingin pagi, andai zat pun baru sepurnama kelam, jangan pula kamu hendak
dari hutan sebelah sini berbisik ke halwa telinga ini, mengajar lelaki tua ini cara melakukan upacara
ke manakah getarnya dan gemanya bergentayangan? permainan ini pula. Jangan sesekali, Penimpi. Tukarkan
Adakah di hati Duhai, di jiwa Penimpi, di minda Asyik? posisi rasukan mimpi siang hari kau, pada kenyataan
Adakah pada Gadis pinggiran sunti kampung kesayangan? wajar sifatnya!
Aduh, kenapa mereka harus melangsaikan segalanya, PENIMPI (berasa kesal): Penimpi bukan nak mengajar Pak
demi monograf gadis sunti tersebut? Kenapa ya? Adakah Duhai, tapi inilah kenyataannya bahawa Pak Duhai harus
sejarah menghendaki semua itu berlaku dan terus melihat kebenaran itu dalam diri Pak Duhai sendiri,
berlaku? (Ketawa). bukan menciptakan kuasa ego Pak Duhai, tentang
BIL. 09 2019 | DEWAN SASTERA 73